BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum
nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi) ( Drs.H.Syaifuddin,2006).
Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan,
S.Kep.,2003).
Jadi polip hidung adalah
pembengkakan mukosa hidung yang terisi cairan interselular yang terdorng ke
dalam rongga hidung oleh gaya berat (R. Pracy,1983).
Penyebab : polip hidung biasanya
terbentuk sebagai akibat hipersensitifitas atau reaksi alergi pada mukosa
hidung, polip biasanya di temukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada
anak – anak (Subhan,S.Kep.,2003).
Penatalaksanaan:polip yang masih kecil dapat diobati kortikosteroid baik
local maupun sistemik. Pada polip yang cukup besar dan persisten di lakukan
tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polippectomy) (Subhan,S.Kep.,2003).
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas,maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana anatomi
fisiologi dari polip?
2.
Apa pengertian dari
polip ?
3.
Bagaimana etiologi
dari polip ?
4.
Bagaimana
klasifikasi dari polip ?
5.
Bagaimana
manifestasi klinis dari polip ?
6.
Bagaimana
patofisiologi dari polip?
7.
Bagaimana pohon
masalah dari polip?
8.
Bagaimana insiden
di dunia dari polip?
9.
Bagaimana
pemeriksaan penunjang dari poilp?
10. Bagaimana komplikasi dari polip?
11. Bagaimana penatalaksanaan dari polip ?
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari polip?
1.3
Tujuan
Dari rumusan
masalah diatas,maka dapat ditentukan tujuan sebagai berikut:
1.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui anatomi fisiologi dari polip hidung.
2.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui pengertian dari polip hidung.
3.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui etiologi dari polip hidung.
4.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui klasifikasi dari polip.
5.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui manifestasi klinis dari polip.
6.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui patofisiologi dari polip.
7.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui pohon masalah dari polip
8.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui insiden polip hidung di dunia.
9.
Agar mahasiswa
kesehatan mengetahui pemeriksaan penunjang dari polip hidung.
10. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui komplikasi dari
polip.
11. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui penatalaksanaan dari
polip.
12. Agar mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan dari
polip hidung.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi fisiologi
Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung
atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,mempunyai dua lubang
(kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi).Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara ,debu dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.Bagian-bagian dari hidung adalah sebagai berikut:
1. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
2. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
3. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat
lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3 buah:
a.
Konka nasalis
inferior (karang hidung bagian bawah)
b.
Konka nasalis media
(karang hidung bagian tengah)
c.
Konka nasalis
superior (karang hidung bagian atas)
Di antara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu:
a.
Meatus superior
(lekukan bagian atas)
b.
Meatus medialis
(lekukan bagian tengah)
c.
Meatus inferior
(lekukan bagian bawah).
Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara
pernafasan ,sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan tekak,lubang ini di
sebut kaona.
Fungsi dari hindung
yaitu sebagai berikut:
1. Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.
2. Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh
bulu-bulu hidung.
3. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.
4. Membunuh kuman yang masuk ,bersama udara pernafasan
oleh leukosit yang terdapat dalam selapu
lendir (mukosa) atau hidung. (Drs.H.Syaifuddin,2006)
2.2 Definisi
1.Definisi
Hidung menurut Syaifuddin
Hidung adalah
saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh
sekat hidung(septum nasi) (Syaifuddin,2006).
2. Definisi Polip menurut Subhan
Polip adalah
masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003).
3. Definisi polip hidung Subhan
Polip adalah
masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003).
2.3 Etiologi
a)
Faktor Herediter
Seperti
:Rhinitis alergika,Asma serta Sinusitis kronis
b)
Faktor Non
Herediter
Seperti
karena: peradangan mukosa hidung , edema, iritasi,reaksi hipersensitifitas.
2.4 Klasifikasi Polip
Menurut
Subhan Polip hidung terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
1.
Polip hidung
tunggal adalah jumlah polipnya hanya satu, berasal dari sel-sel permukaan
dinding sinus tulang pipi.
2.
Polip hidung
Multiple adalah jumlah polip lebih dari satu berasal dari permukaan dinding
rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).
2.5 Manifestasi Klinis
1.
Ingusan
2.
Hidung tersumbat
terus menerus
3.
Hilang atau
berkurangnya indera penciuman
4.
Nyeri kepala
5.
Mengorok
6.
Suara bindeng
2.6 Patofisiologi
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan
interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya
berat. Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal
dan seringkali bilateral. Polip hidung paling
sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui
ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan
nasopharing. Polip ini disebut polip koana.
Secara makroskopik
polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan.
Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak
bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel
plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh
darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel
throrak berlapis semu.
2.7 Pohon Masalah
Faktor Non Herediter
|
Proses Infeksi/ Inflamasi
|
Pelepasan medioator kimiawi bradikinin dan
histamin
|
Nyeri waktu menelan
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Gangguan mekanisme umpan balik / keinginan
makan
|
Penurunan berat badan
|
Ketidakseimbangan saraf vasomotor
|
Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif
|
Faktor Herediter
|
Gen
|
Kelainan pada kromosom dan autosom yang
mungkin menurun
|
Proses autoimun
|
Penyakit Rhinitis alergika
|
Polip HIdung
|
Peningkatan permeabilitas kapiler
|
Gangguan regulasi vaskuler yang menyebabkan
dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast
|
Mukosa yang sembab
|
Gangguan pernafasan/ Dipnea
|
Edema
|
Peradangan mukosa hidung
|
2.8 Insiden di dunia
Di Amerika insiden polip nasi pada anak
adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik
yaitu 6-48%. Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%.
Insiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika Polip
nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pried an wanita
pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak – anak tidak dilaporkan. Dilaporkan
prevalensinya sebanding dengan pasien dengan asma.
Angka mortalitas polip nasi tidaklah
signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup
seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata diantara bangsa-bangsa
di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinak biasanya timbul setelah usia 20 tahun
dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada
anak usia dibawah 10 tahun.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada polip adalah:
1.
Endoskopi.
Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks
osteomeatal. Memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip
berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak
terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan
naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang
berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan
biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.
2.
Foto polos rontgen &CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
3.
Biopsi.
Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut,
menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang
pada foto polos rontgen.
2.10 Komplikasi
1.
Satu buah polip
jarang menyebabkan komplikasi,tapi jika dalam ukuran besar atau dalam jumlah
banyak dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis,mengorok dan
bahkan sesak nafas saat tidur.
2.
Pada penderita
polip yang berukuran besar dan menganggu pernafasan dapat dilakukan tindakan
pengangkatan polip dengan operasi Polipektomi dan Etmoidektomi.
2.11 Penatalaksanaan
1.
Medis
a.
Bila polip masih
kecil dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral
,missalnya prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari kemudian
diturunkan perlahan.
b.
Secara local dapat
disuntikan ke dalam polip,misalnya triasinolon asetenoid atau prednisolon 0,5
ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.
c.
Dapat memaki obat
secara topical sebagai semprot hidung misalnya beklometason dipropinoat.
d.
Tindakan operasi
diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar serta menganggu
jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi
etmoidektomi.
2.
Keperawatan
a.
Vocational
Rehabilitation
Rehabilitasi
yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca operasi karena akan ada bekas luka dalam hidung sehingga harus
diajari cara membuang ingus yang tidak membuat pasien kesakitan.
b.
Social Rehabilitation
Rehabilitasi
yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti
dengan partisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan
orang lain bertujuan untuk tidak menarik diri dari kontak social.
2.12
Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
A. Identitas Klien:
B. Riwayat Keperawatan
Keluhan
Utama:hidung terasa tersumbat,sering mengeluarkan lendir(pilek sulit berhenti).
Riwayat
kesehatan dahulu:tidak ada riwayat penyakit jantung,paru,kencing manis,gondok
dan penyakit kanker serta penyakit tekanan darah tinggi dan ginjal.
II. Pengkajian Fisik dan Fungsi
A.
Aktivitas/Istirahat
Gejala:Kelelahan
dan kelemahan
Tanda:Penurunan
kekuatan,menunjukan kelelahan
B.
Sirkulasi
Gejala:Lelah,pucat
dan tidak ada tanda sama sekali
Tanda:Takikardi,disritmia,pucat,diaphoresis
dan keringat malam
C.
Integritas Ego
Gejala Masalah finansial:biaya rumah sakit,
pengobatan
Tanda Berbagai perilaku ,misalnya marah ,menarik
diri , pasif
D.
Makanan/Cairan
Gejala:Anoreksi/kehilangan
nafsu makan
Adanya penurunan berat badan 10% atau lebih
dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya tanpa dengan usaha diet.
Tanda:-
E.
Nyeri/Kenyamanaan
Gejala:Nyeri
tekan/nyeri pada daerah hidung
Tanda:Fokus
pada diri sendiri , perilaku berhati hati
F.
Pernafasan
Gejala:Dipsnea
Tanda:Dipsnea,Takikardi,pernafasan mulut,sianosis,terdapat pembesaran
polip.
G.
Istirahat
Selama
indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
H.
Sensorik
Daya penciuman
klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus(baik
purulen,serous,mukopurulen).
III. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan seringnya ingusan
Batasan
karakteristik:Dipsnea,kedalaman pernafasan,penggunaan otot aksesori
penafasan,sianosis
Tujuan:Pernafasan
normal
Kriteria
hasil:Bebas Dipsnea,sianosis,kedalaman nafas normal.
2.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan gangguan mekanisme umpan balik, keinginan makan, rasa dan
bau karena adanya polip. Batasan karakteristik: Penurunan nafsu makan,gangguan
sensasi penciuman,kurang tertarik pada makanan, penurunan berat badan. Tujuan:
Menunjukan peningkatan nafsu makan. Kriteria Hasil: Peningkatan nafsu makan dan
tidak ada penurunan berat badab lebih lanjut.
IV. Intervensi
1.
Intervensi diagnosa
pertama.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
|
|
Kaji/awasi prekuensi pernapasan, kedalaman,
irama. Perhatikan laporan dispnea
dan/atau penggunaan otot bantu pernapasan cuping hidung, gangguan
pengembangan dada .
|
Perubahan (seperti takipnea, dispnea,
penggunaan otot aksesori) dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/
pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi.
|
Beri posisi dan bantu ubah posisi secara
periodik
|
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan
memobilisasikaan sekresi
|
Anjurkan/bantu dengan tehnik napas dalam
dan/atau pernapasan bibiratau
|
Membantu meningkatkan difusi gas dan
ekspansi jalan napas kecil, memberikan
|
pernapasan diagfragmatik abdomen bila
diindikasikan
|
pasien beberapa kontrol terhadap
pernapasan, membantu menurunkan ansietas
|
Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan
pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga,dan
bibir)
|
Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas
pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.
|
Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas.
Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara meningkatkan kelelahan. Jadwalkaan
periode istirahat antara aktivitas.
|
Penurunan oksigen seluler menurunkan
toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah
kelelahandan dispnea
|
Identifikasi/dorong tehnik penghematan energi mis :
periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan mandi dengan kursi,
duduk sebelum perawatan
|
Membantu menurunkan kelelahan dan dispnea
dan menyimpan energi untuk regenerasi selulerdan fungsi pernapasan
|
Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai
indikasi selama eksaserbasi akut/panjang
|
Memburuknya
keterlibatan pernapasan/ hipoksia dapat mengindikasikan penghentian aktivitas
untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius
|
Berikan lingkungan tenang
|
Meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi
dan menurunkan kebutuhan oksigen
|
Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing,
edema periorbital/fasial, dispnea,dan stridor
|
Pasien non-Hodgkin pada resiko sindrom vena
kava superior dan obstruksi jalan napas, menunjukkan kedaruratan onkologis.
|
Kolaborasi
|
|
Berikan tambahan oksigen
|
Memaksimalkan ketersediaan untuk untuk
kebutuhan sirkulasi, membantu menurunkan hipoksemia
|
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis : GDA, oksimetri
|
Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan
keefektifan terapi.
|
2.
Intervensi diagnosa
ke dua.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
|
|
Pastikan pola
diit biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai
|
Membantu klien
untuk mengembalikan nafsu makan
|
Awasi masukan dan
pengeluaran dan berat badan secara periodik.
|
Berguna dalam
pemenuhan nutrisi dan pengembalian berat badan
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi) (
Drs.H.Syaifuddin,2006).
Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan,
S.Kep.,2003). Jadi polip hidung adalah pembengkakan mukosa hidung yang terisi
cairan interselular yang terdorng ke dalam rongga hidung oleh gaya berat (R.
Pracy,1983).
Penyebab: polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat
hipersensitifitas atau reaksi alergi pada mukosa hidung, polip biasanya di
temukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak – anak (Subhan,S.Kep.,2003).
Penatalaksanaan:polip yang masih kecil dapat diobati
kortikosteroid baik local maupun sistemik. Tapi,Pada pasien dengan polip yang
cukup besar dan persisten baru akan di lakukan tindakan operatif berupa
pengangkatan polip (polippectomy). Jadi, untuk penatalaksanaan pada pasien
harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi agar penangannya bisa tepat.
3.2
Saran
Saran dari kelompok kami sebaiknya untuk penanganan pada
pasien dengan polip hidung harus dilakukan secara tepat. Karena,
penatalaksanaan tindakan untuk setiap pasien yang menderita penyakit polip
hidung berbeda-beda tergantung dengan tingkat keparahan penyakit polipnya.
polip yang masih kecil dapat diobati kortikosteroid baik local maupun sistemik.
Tapi, Pada pasien dengan polip yang cukup besar dan persisten baru akan di
lakukan tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polippectomy). Jadi, untuk
penatalaksanaan pada pasien harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi agar
penangannya bisa tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Petrus. 1986 .Penyakit Telinga,Hidung Dan Tenggorokan. Jakarta: EGC.
Pracy R dkk. 1989. Pelajaran
Singkat Telinga,Hidung Dan Tenggorok. Jakarta: Gramedia.
Subhan. 2006. ASKEP: Pasien dengan Polip Hidung.
Surabaya: UNAIR Press.
Syaifuddin. 2006.
Anatomi Fisiologi Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Tambayong, Jan.
2001. Anatomi Fisiologi. Jakarta:
EGC.
www.eMedicine .com- Nasal
Polyps Article by John E McClay GOOD.htm/, (Online) (diakses 26 Maret
2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar