Desember 01, 2012

PENGAMATAN HASIL PENANGANAN EVAKUASI HEMOTHORAK antara WSD dan CSD


PENGAMATAN HASIL PENANGANAN EVAKUASI HEMOTHORAK antara WSD dan CSD di RSUD XXX
Bambang Sujatmiko
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JL. TRUNOJOYO NO.16 TELP./FAX. (0341) 397644
KEPANJEN – MALANG

Abstract
Hemotoraks is the accumulation of blood in the cavity intrapleura, namely between the visceral pleura and parietal pleura. Pleural fluid hemoglobin concentration> 0.5 peripheral blood hemoglobin concentration, hematocrit> 0.5 hematocrit levels. Treatment with thoracic catheters.
Bleeding may come from the systematic veins and pulmonary veins, and the most common trauma bleeding from intercostal arteries and the internal mammary artery. Accumulation of blood in the cavity intrapleura often found in patients with thoracic trauma, either due to sharp trauma or blunt trauma to the thorax. Collection of blood in the thoracic cavity will suppress lung ventilation thereby disrupting the result of hypoxia. Combined hypovolemia and hypoxia will lead to death. Response to the mounting tube hemotoraks torakostomi with WSD (Water Seal Drainage) or CSD (Continaus Suction Drainage) for evacuation of blood is an act of saving lives of patients if there is residual blood will lead to the development of complications of pulmonary disorders, chronic atelectasis, pneumonia and empyema

Abstrak
Hemotoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura, yaitu antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Kadar Hb cairan pleura > 0,5 kadar Hb darah tepi, Hematokrit > 0,5 kadar Hematokrit. Terapi dengan pemasangan kateter thoraks.
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistematik maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna. Akumulasi darah pada rongga intrapleura sering ditemukan pada penderita trauma toraks, baik oleh karena trauma tajam maupun pada trauma tumpul toraks. Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi yang berakibat hipoksia. Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan kematian. Penanggulangan hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD (Water seal Drainage) atau CSD (Continaus Suction Drainage) untuk evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan paru, kronik atelektasis, pneumoni dan empiema.

I.                   PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Penelitian
Penderita hemotoraks dapat terjadi akibat trauma tumpul toraks maupun trauma tajam toraks. Trauma tumpul toraks sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja.
Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi yang berakibat hipoksia. Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan kematian.
Penanggulangan hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD untuk evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.
 Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan paru, kronik atelektasis, pneumoni dan empiema.
I.2. Perumusan Masalah
Kasus hemotoraks akibat trauma tumpul toraks dan trauma tajam toraks cenderung meningkat. Diperlukan penanganan segera untuk penyelamatan jiwa penderita dengan melakukan pemasangan tube torakostomi dihubungkan dengan WSD atau CSD.
       Dirumah-rumah sakit daerah sering CSD tidak tersedia karena alat ini sangat mahal. Apakah WSD layak dipakai dibandingkan sisa darah.
I.3. Tujuan Penelitian
Membandingkan hasil penanganan evakuasi hemotoraks (sisa darah) antara Water Seal Drainage (WSD) dan Continous Suction Drainage (CSD) pada penderita hemotoraks.

II.                TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. Hemotoraks
Hemotoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistematik maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna. Akumulasi darah pada rongga intrapleura sering ditemukan pada penderita trauma toraks, baik oleh karena trauma tajam maupun pada trauma tumpul toraks.
Pada orang dewasa secara teoritis hemotoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
1. Hemotoraks ringan : jumlah darah kurang dari 400 cc.
2. Hemotoraks sedang : jumlah darah 500 sampai 2000 cc
3. Hemotoraks berat : jumlah darah lebih dari 2000 cc
            Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk menilai keadaan dari toraks serta evaluasi dari pengobatan, dan foto dibuat sebaiknya dalam posisi tegak.
Penanggulangan
  “Pada hemotoraks yang ringan hanya dilakukan tindakan yang non invasive dan darah yang tertumpuk tersebut diharapkan akan diabsorpsi secara perlahan dalam 10 sampai 14 hari (Borrie J.).
Hemotoraks sedang / berat biasanya perdarahan telah mengisi lebih dari ½ bagian hemitoraks yang bersangkutan atau ± 1000 cc, biasanya sudah terlihat adanya gejala-gejala kekurangan darah dan gangguan pernafasan. Pada penderita ini sebaiknya segera dilakukan tindakan torakostomi tertutup untuk mengevakuasi darah dari rongga pleura sehingga paru-paru mengembang, dan tindakan torakostomi tertutup tersebut juga bermanfaat untuk mengevaluasi perdarahan dari rongga intrapleura.
Tindakan torakostomi tertutup, transfusi darah dan pengambil alihan pernafasan dengan menggunakan ventilator pada penderita hemotoraks yang masif adalah penting sebagai tindakan resusitasi.
II.2 Water Seal Drainage (WSD)
Suatu sistem drainase tertutup dari rongga intrapleura dengan botol yang berisi cairan yang dimaksudkan untuk mengeluarkan darah, udara dan cairan dari rongga intrapleura.
II.3. Continous Suction Drainage (CSD)
Suatu sistem drainase tertutup dari rongga intrapleura dengan pompa isap secara langsung atau satu lagi botol tambahan dan pompa isap atau dua lagi botol tambahan dan pompa isap.
II.4. Tehnik Torakostomi Tertutup
Penderita dengan posisi supine, tangannya diangkat ke belakang kepala, dengan kepala dielevasikan kira-kira 450 dari tempat tidur atau di kursi dan bersandar di depan meja. Daerah operasi didesinfeksi dan ditutup dengan kain steril kecuali lapangan operasi serta anasthesi local secara infiltratif terutama kulit,periosteum, pleura, yang mana merupakan jaringan yang sensitif.
Dibuat insisi sepanjang 2-3 cm di bawah iga pada midaksilaris. Insisi diperdalam secara tumpul dengan menggunakan forcep arteri, secara obligue diperluas ke pinggir atas iga V, kemudian pleura parietalis ditusuk masuk ke dalam cavum pleura. Perluasan secara subcutaneous oblique ini mengurangi masuknya udara ke dalam cavum pleura. Jadi dimasukkan ke dalam cavum pleura sambil menggerakkan kesekeliling untuk memastikan itu adalah suatu rongga yang mana drain akan diinsersikan. Dengan bantuan klem tube toraks dimasukkan melalui insisi ke dalam rongga untrapleura ke arah cranial dan posterolateral, dapat juga tube ini dimasukkan dengan bantuan trokar. Tube toraks difiksasi ke kulit dengan jahitan mattras horizontal mengelilingi tube yang mudah dilepaskan. Drain dihubungkan dengan sistem drainase yang telah ditentukan (WSD dan CSD).

III.             METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Rancangan/ Lokasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian experimental, acak dan terbuka. Penelitian ini dilakukan di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
III.2. Pelaksanaan Penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hemotoraks yang datang ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen, selama kurun waktu Oktober 2000-April 2001.
Kriteria eksklusi: - Penderita
-    Hemotoraks ringan jumlah darah
-    Hemotoraks bukan oleh karena trauma tajam dan tumpul (misalnya akibat keganasan).
Setiap penderita hemotoraks dilakukan pemeriksaan gejala dan tanda klinis dan pemeriksaan foto Rontgen AP/L posisi tegak. Kemudian dilakukan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD yang ditentukan secara acak. Setelah tiga hari dilakukan foto Rontgen kontrol toraks AP/L, dinilai residual darah ada (+) atau tidak (-).

IV.             HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Pengumpulan data yang diperoleh selama periode penelitian ditemukan 44 penderita hemotoraks dimana secara acak 22 penderita diterapi dengan WSD dan 22 penderita lagi diterapi dengan Continous Suction Drainage (CSD). Satu dari 22 penderita yang diterapi dengan CSD keluar dari penelitian oleh karena pindah ke rumah sakit lain.
4.1.1.Demografi Penderita
Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin pada penderita hemotoraks
UMUR (TAHUN)
JENIS KELAMIN
JUMLAH
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
15-25
20
1
21
26-35
10
1
11
36-45
8
-
8
46-55
2
-
2
56-65
1
-
1
Total
41
2
43
Penderita termuda dalam penelitian ini adalah berumur 15 tahun dan tertua berumur 64 tahun.
4.1.2. Jenis Trauma
Tabel 2. Jenis trauma toraks yang menyebabkan hemotoraks
JENIS TRAUMA
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
Kecelakaan lalu lintas
14
2
16
Tusukan benda tajam
26
-
26
Luka tembak
1
-
1
Jumlah
41
2
43
Jenis trauma yang paling banyak adalah trauma tajam sebanyak 27 penderita.
4.1.3. Penanganan
Tabel 3. Hasil penanganan penderita hemotoraks dengan WSD menurut jenis trauma
WSD
KECELAKAAN
LALU LINTAS
TRAUMA
TAJAM
LUKA TEMBAK
Residual darah (+)
5
4
-
Residual darah (-)
2
11
-
Tabel 6 Hasil penanganan penderita hemotoraks dengan CSD menurut jenis trauma
CSD
KECELAKAAN
LALU LINTAS
TRAUMA
TAJAM
LUKA TEMBAK
Residual darah (+)
3
1
-
Residual darah (-)
6
10
1
IV.2. Pembahasan
Dari 43 penderita hemotoraks pada penelitian ini selama kurun waktu 7 bulan, kelompok usia terbanyak adalah pada rentang umur 15 – 25 tahun sebanyak 21 penderita. Hal ini dapat dimengerti karena mereka termasuk usia produktif yang selalu dekat dengan trauma. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi penderita laki-laki sangat menonjol yaitu 41 penderita dibanding dengan penderita perempuan hanya 2 penderita , yaitu 20 : 1. Schulpen et al (1986) mendapatkan hasil yang hampir sama, yaitu  usia terbanyak adalah berumur antara 16-25 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4 : 1. Mandal (1989) mendapatkan  “usia rata-rata penderita adalah 28,1 tahun, sedangkan pada penelitian ini dijumpai rata-rata usia penderita adalah 29 tahun (28,6 10,4 tahun).
Pada penelitian ini penyebab hemotoraks yang paling banyak adalah trauma tajam (tusukan benda tajam) 27 penderita seperti diperlihatkan pada tabel 2. Mandal (1989) melaporkan  “morbiditas penderita trauma tajam toraks adalah hemotoraks 41,5 %”, sedangkan Mattox dan Wall (1996) melaporkan  “41% penderita hemotoraks. Bila dibandingkan dengan penelitian ini dengan hasil penelitian Mandal (1989) dan Mattox dan Wall (1996) didapati hasil yang tidak jauh berbeda.
Mengenai residual darah pada WSD dan CSD pada penelitian ini adanya residual darah pada evakuasi hemotoraks dengan CSD dan WSD 12 penderita, sedangkan 31 penderita residual darah menghilang, dengan uju statistik Chi Square hampir bermakna. Namun kelihatan lebih berhasil dengan mempergunakan CSD daripada WSD.
Pada penelitian ini jenis penanganan (tabel 4) menurut penelitian ini tidak mempengaruhi akibat trauma, kecelakaan lalu lintas ataupun luka tembak dengan penanganan WSD maupun CSD.Pada umumnya penderita trauma toraks dapat ditangani dengan prosedur dan kecakapan sederhana pemasangan tube torakostomi dengan WSD/CSD sebagai tindakan penyelamatan jiwa penderita.
Tabel 5 memperlihatkan 22 orang penderita hemotoraks dengan WSD lebih efektif dalam pengosongan sisa darah akibat trauma tajam.
Umumnya penderita hemotoraks dengan trauma tumpul disebabkan oleh patah tulang iga ataupun dislokasi patah tulang iga yang menyucuk atau merobek jaringan paru, sehingga rasa nyeri bila penderita bernafas mengganggu ekspansi paru untuk mengeluarkan darah. Akan tetapi hasil penanganan penderita hemotoraks dengan CSD (tabel 6) penderita dengan hasil tidak ada sisa darah pada trauma tajam 11 penderita. Ini berarti CSD lebih efektif dalam mengosongkan sisa darah akibat trauma tajam maupun akibat trauma tumpul.
Oleh karena pengosongan dilakukan dengan bantuan mesin penghisap kontiniu bertekanan negatif, maka ekspansi paru tidak perlu dengan cara aktif (tarik nafas dalam) tetapi dapat berlangsung secara pasif dan juga rasa nyeri pada waktu bernafas tidak berpengaruh untuk tidak terjadinya ekspansi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian 43 penderita hemotoraks yang dirawat WSD dan CSD,didapat bahwa:
  1. Umur rata-rata penderita adalah 28,6  10,4 tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 20 : 1.
  2. Kelihatannya pengosongan darah dengan bantuan CSD lebih baik daripada WSD.
  3. Efektifitas WSD lebih nyata pada trauma tajam daripada trauma tumpul.
  4. Sementara efektifitas CSD tidak berbeda pada trauma tajam dan trauma tumpul.
  5. WSD masih efektif dipakai untuk evakuasi hemotoraks.
V.2. Saran
Perlu dilakukan pelatihan penggunaan WSD pada calon dokter untuk dapat digunakan di daerah terpencil.

DAFTAR PUSTAKA
Richardson DJ, Miller FB, Injuri to the lung and Pleura in Trauma, 3rd "MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 42.5pt;"> Jhonstone DW Hemaghorax : Diagnosis and Management J Trauma 1998 ; 43 : 236-43
Mattox KL, Wall M J Jr, Pickard LR. Thoraric Trauma : General Considerations and Indications for Thoracotomy in Trauma, 3rd ed. Apleton & Lange, Stamford Connecticut 1996 : 345-53.
Jhonstone DW Hemaghorax : Diagnosis and Management J Trauma 1998 ; 43 : 236-43
Alexander R, Proctor HJ. Thoraric in Advanced Trauma Life Support Course for Physicians, 5th ed. The American College of Surgeon, Chicago 1993 : 123-38.
Salim A. Terapi Konservatif pada Trauma Toraks. Bagian Bedah FK-UI / RSCM Jakarta 1982 : 6 – 11.
Tobing PL. Soemanto. Macam, Tehnik dan Indikasi Drenase Toraks. Bagian Bedah FK-UI / RSCM Jakarta 1982 :6-10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar